Hikmah Ramadhan Bagian 4

Oleh :

Dr. Supardi, SH., MH., Als. Rd. Mahmud Sirnadirasa

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, kepadaNya kami memohon pertolongan dalam mencapai inayahNya yang umum dan petunjukNya yang sempurna, ãmîn yã Rabbal ‘ãlamîn”.

Mendirikan shalat merupakan kewajiban ibadah bagi umat Islam dan merupakan kebutuhan bagi kebutuhan ruhaniah setiap insan.

Namun banyak orang-orang saat ini mengerjakan shalat hanya sekedar rutinitas tanpa memperhatikan kualitas, maka untuk mendapatkan shalat yang berkualitas haruslah mengikuti sesuai tuntunan sunnah Baginda Rasulullah SAW, sebagaimana sabda beliau :

نَعِْْكَماِلْْ ب ِنِْْثا ل ُحَو يِرَْْيَر ِضْْللاُْْهَُع نْْقَا َل:َْْلقَاَر ُسو ُلَْْْْصلَّىْْللاِْْللاُِْْهَعلَ يَصلُّواَْْو َسلَّ َم:َْْكَما َرأَ يتُ ُمونِي أُ َصِلِّي “ »هَُرَواْْالبُ ََخا.

Dari Malik bin Al-Huwairits radhiyallãhu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallãhu‘alaihi wa sallam bersabda, “Shalatlah kalian (dengan cara) sebagaimana kalian melihatku shalat.” (HR. Bukhari dalam Shahih Bukhari,no.628 dan Ahmad, 34:157-158)

Kalimat shalat dengan cara sebagaimana melihat Rasulullah SAW menunaikan shalatnya diartikan hanya sebatas mengikuti buku-buku tentang tuntunan shalat yang biasa terdapat di dalam buku cetakan umum belaka.

Padahal target atau capaian yang wajib dimiliki oleh seorang muslim ketika melaksanakan shalat adalah merasakan bagaimana Rasulullah melaksanakan shalat termasuk qalbu beliau ketika menghadap kepada Dzat yang sangat dicintainya yaitu Allah SWT.

(Silahkan perhatikan tata cara shalat yang sesuai dengan Fiqih maupun ajaran tarekat Auliya sebagaimana diajarkan oleh Mursyid kami Abah Guru Sekumpul pengajian dan Ceramah Guru Ijay – Fiqih cara cara sholat – YouTube).

Dalam video yang disampaikan Abah Guru Sekumpul baru kita menyadari banyak kesalahan-kesalahan yang dilakukan dalam shalat, sehingga membuat shalat-shalat kita selama ini banyak kekuranganya bahkan sampai pada hukum batal.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Sahl bin Sa’ad radhiyallãhu ‘anhu, bahwa Nabi shallallãhu ‘alaihi wa sallam pernah shalat di mimbar lantas beliau berkata,

إِنَّ َماُتَصنَ عَهذَا ِلتَأ تَ ُّم وا بِي َوِلتَعَلَّ ُم واَِصالَتي

“Aku melakukan seperti ini agar kalian mengikutiku dan agar kalian belajar bagaimanakah aku shalat.” (HR. Bukhari, no. 917 dan Muslim, no. 544)

Untuk bisa mencapai kekhusyukan dalam shalat Rasulullah SAW pernah bersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ibnu Majah, yang berbunyi:

نَعْْ يأَبَِر ِض َيْْللاُْْْْأَيُّ وبْْهَُع نْْقَا َل:َْْءَجآْْ لَر ُجَصلَّىْْْْإِلَىْْالنَّبِ ِّيِْْللاُِْْهَعلَ يَو َسلَّ َم،ْْفَقَا َل:َْْْْياَْلَر ُس وَوأَ و ِج ز،ْْقَا َل.إِذَاْْللاِ،ْْ َعِلِّ منِ يْْْْقُ م َتْْفِيَْْكَصَالتِْْفَ َص ِِّلْْةََصَالْْعُمَوِِّدْْ…“ »ْْرواهْْْأحمد وابن ماجه «

“Dari Ayyub r.a. berkata: datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW seraya berkata: wahai Rasulullah, ajarkanlah aku dengan ringkas. Nabi bersabda, ‘Apabila engkau mendirikan shalat maka shalatlah seolah-olah engkau akan berpisah,. (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah)

Perkara kekhusyukan dalam sholat memang bukanlah hal yang mudah. Dalam kitab Shohibul Ulum dalam buku Ali bin Abi Thalib diceritakan bahwasannya Rasulullah SAW tengah duduk-duduk di teras Masjid Nabawi bersama para sahabat sembari menanti waktu shalat tiba.

Datanglah seorang Badui bertanya kepada Rasulullah mengenai cara supaya shalat dengan khusyuk. (Pertanyaan orang Badui ini bisa jadi mewakili sebagian besar muslim lain yang berada jauh di ‘lingkaran’ Rasulullah SAW karena tinggal di pedalaman.

Bukan dari kalangan sahabat Muhajirin maupun Anshar). Lalu Sahabat Ali bin Abi Thalib R.A menjawab , “Shalat yang seperti itu tidak akan diterima Allah, dan Allah tidak akan memandang sholat seperti itu,”

Lalu Rasulullah bersabda “Wahai Ali, apakah engkau mampu mengerjakan shalat 2 rakaat karena Allah semata tanpa terganggu dengan segala kesusahan, kesibukan, dan bisikan-bisikan yang melalaikan?”

“Aku mampu melakukannya, Ya Rasulullah,” jawab Ali dengan yakin. Rasulullah SAW tersenyum padanya dan berkata, “Wahai Ali, jika engkau mampuelakukannya, aku akan memberimu surbanku kepadamu. Engkau bisa memilihnya yang buatan Syam atau Yaman,”

Sebagaimana diketahui, kedua sorban tersebut dikenal memiliki kualitas terbaik. Kemudian Ali pun bangkit dan menegerjakan shalat.

Sesudah Ali shalat, Rasulullah SAW pun bertanya, “Wahai Abul Hasan dan Husain, bagaimana pendapatmu? Bisakah engkau mengerjakannya dengan khusyuk dan sempurna?” “Demi kebenaranmu, ya Rasulullah SAW,” “Sesungguhnya aku telah melakukan rakaat pertama tanpa sedikitpun diganggu oleh kesibukan, kesusahan, dan bisikan apapun. Tetapi, ketika berada pada rakaat kedua, aku teringat akan janji engkau dan aku membatin, ‘Seandainya Rasulullah SAW memberikan sorban Yaman itu, tentulah lebih baik daripada sorban Syam itu,’”

“Demi hakmu, ya Rasulullah, “Tidak seorang pun yang dapat mengerjakan shalat dua rakaat dengan benar-benar murni karena Allah semata, dan ingatannya selalu terfokus kepada Allah,”

Rasulullah SAW bersabda, “Wahai Abu Thurab (julukan Sayyidina Ali), sesungguhnya hal itu terjadi pula dengan yang lain.

Sebab khusyuk itu diukur oleh sebatas kesempurnaan manusia. Terpenting, ketika pikiran terbawa pada urusan lain, cepat kembalikan pada shalatmu lagi,”

Rasulullah SAW menambahkan lagi, “Dalam mengerjakan shalat, memang hendaknya seakan-akan kita mampu melihat dan berbicara dengan Allah.

Tetapi kalaupun tidak mampu, asalkan ingat bahwa Allah melihat kita, itu sudah memadai,”
Shalat itu adalah,

ِصلَة بَ ي َن اِدلعَ بوال َّر ِِّب

yang mempunyai arti penghubung atau sambungan antara seorang hamba dan Tuhannya.

اَللّٰ ُهَّمْْ يإِنِِّْْذُأَ ُع وْْبِ َكْْنِمْْ مِع لَْْلَْْعيَ نفََو ِم نْْقَ ل بَْْلَْْْْعيَ خ َشَو ِم نْْْْ لَع َمَْْلَْْعيُ رفََو ِم نْْْْسنَفََْْلَْْعتَ شبَنَو ِم ءُد َعآَل يُ ستَ َجا ُب لَهُ

Allãhumma Innî a’ûdzubika min ilmin lã yanfa’ wa min qalbin lã yakhsya’ wa min amalin lã yurfa’ wa min nafsin lã tasyba’, wa min du’ain lã yustajãbu lahu

“Ya Allah aku berlindung kepadamu dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang yidak khusyuk, amal yang tidak terangkat, nafsu yang tidak pernah puas dan doa yang tidak didengar.” (HR. Ahmad) Wallãhu A’lamu bish-Shawãb. Pekanbaru, Ahad (26 Maret 2023).