JADILAH ENGKAU BURUNG SEHAT
Oleh :
Dr. Supardi, SH., MH
Kepala Kejaksaan Tinggi Riau Als. Rd Mahmud Sirnadirasa
semoga pembaca artikel ini menjadi pemberi shodaqoh dan bukan pengharap shodaqoh
بِسْمِِ اللِِّٰ الرَّحْمٰنِِ الرَّحِيْمِِ
اَللٰهُمَِّ صَ لِ عَلٰى سَي دِنَا مُحَمَّ دِ وَعَلٰى اٰلِِ سَي دِنَا مُحَمَّ دِ
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Allahumma shalli ‘alaa Sayyidinaa Muhammad wa ‘ala aali Sayyidina Muhammad.
Sahabatku yang budiman dan yang dimuliakan Allah, artikel ini saya persembahkan untuk memberikan jawaban karena banyaknya orang yang selalu mengajak bershodaqoh dan membantu orang lain tapi bukan dengan hartanya sendiri melainkan bershodaqoh dengan cara menjadi kordinator shodaqoh belaka.
Bahkan ada orang yang menjadi kaya raya dengan cara memerintahkan pengikutnya untuk bershodaqoh namun dirinya tidak melakukan hal itu.
Padahal secara hakikat shodaqoh itu harus dimulai dari diri kita sendiri sebagai pelakunya sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
عَنِْ حَِكِيْمِِ بْنِِ حِزَا مِ رَضِيَِ اللُِ عَنْهُِ عَنِِ النَّبِ يِِ صَلَّى اللُِ عَلَيْهِِ وَسَلَّمَِ قَالَِ : اَلْيَدُِ الْعُلْيَا خَيْ رِ مِنَِ الْيَدِِ السُّفْلَى، وَابْدَأِْ بِمَنِْ تَعُوْلُ، وَخَيْرُِ
الصَّدَقَةِِ عَنِْ ظَهْرِِ غِنًى، وَمَنِْ يَسْتَعْفِفِْ يُعِفَّهُِ اللُ، وَمَِنِْ يَسْتَغْنِِ يُغْنِهِِ اللُِ
Dari Hakîm bin Hizâm Radhiyallahu anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah dan mulailah dari orang yang menjadi tanggunganmu dan sebaik-sebaik sedekah adalah yang dikeluarkan dari orang yang tidak membutuhkannya.
Barangsiapa menjaga kehormatan dirinya maka Allâh akan menjaganya dan barangsiapa yang merasa cukup maka Allâh akan memberikan kecukupan kepadanya.”
Dari hadist tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa sebaik-baik shodaqoh harus dimulai dari orang yang tidak membutuhkan shodaqoh dalam artian orang itu harus mampu atau setidaknya dari orang yang sudah merasa dicukupi oleh Allah, nah kriteria kedua ini lah yang mungkin memerlukan pelajaran dan latihan untuk mencapai rasa bercukupan bersama Allah.
Silahkan dibuka pada link berikut ini :
Kisah berikut ini sepatutnya bisa dipetik pelajaran berharga tentang bershodaqoh dan beramal yang benar menurut ajaran para Sufi yang telah dekat dengan Allah.
“Aja dadi uwong sing rumangsa bisa lan rumangsa pinter.
Nanging dadiya uwong sing bisa lan pinter rumangsa”
“Jangan jadi orang yang merasa bisa dan merasa pintar, tetapi jadilah orang yang bisa
dan pintar merasa”
Syaqiiq al-Balkhi adalah teman Ibrahim bin Adham yang dikenal ahli ibadah, zuhud dan tinggi tawakalnya kepada Allah. Hingga pernah sampai pada tataran enggan untuk bekerja.
Penasaran dengan keadaan temannya, Ibrahim bin Adam bertanya, “Apa
sebenamya yang menyebabkan kamu bisa seperti ini?”
syaqiiq menjawab “ketika saya sedang dalam perjalanan di padang yang tandus, saya
melihat seekor burung yang patah kedua sayapnya.
Lalu saya berkata dalam hati, aku ingin tahu, dari mana burung itu mendapatkan rizki. Maka aku duduk memperhatikannya dari jarak yang dekat.
Tiba-tiba datanglah seekor burung yang membawa makanan di paruhnya. Burung itu mendekatkan makanan ke paruh burung yang patah kedua sayapnya untuk menyuapinya.
Maka saya berkata dalam hati, “Dzat yang mengilhami burung sehat untuk menyantuni burung yang patah kedua sayapnya di tempat yang sepi ini pastilah berkuasa untuk memberiku rejeki di manapun aku berada.
Maka sejak itu, aku putuskan untuk berhenti bekerja dan aku menyibukkan diriku dengan ibadah kepada Allah.”
Mendengar penuturan Syaqiiq tersebut Ibrahim berkata, “Wahai Syaqiq, mengapa kamu
serupakan dirimu dengan burung yang cacat itu?
Mengapa kamu tidak berusaha menjadi burung sehat yang memberi makan burung yang sakit itu..? Bukankah itu lebih utama?”
“Bukankah Nabi bersabda, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan dibawah?”
“Sudah selayaknya bagi seorang mukmin memilih derajat yang paling tinggi dalam segala
urusannya, sehingga dia bisa mencapai derajat orang yang berbakti?”
Syaqiiq tersentak dengan pernyataan Ibrahim dan ia menyadari kekeliruannya dalam mengambil pelajaran. Serta merta diraihnya tangan Ibrahim dan dia cium tangan itu sambil berkata, “sungguh kamu adalah ustadzku, wahai Abu Ishaq (Ibrahim).”
(Tarikh Dimasyqi, Ibnu Asakir)
Mari kita tutup dengan do’a :
اللَّهُمَِّ إِن ى أَسْألَُكَِ فِعْلَِ الْخَيْرَاتِِ وَتَرْكَِ الْمُنْكَرَاتِِ وَحُبَِّ الْمَسَاكِينِِ وَأَنِْ تَغْفِرَِ لِى وَتَرْحَمَنِى وَإِذَِا أَرَدْتَِ فِتْنَةَِ قَوْ مِ فَتَوَفَّنِى غَيْرَِ مَفْتُو نِ
اللَّهُمَِّ إِن ى أَسْألَُكَِ حُبَّكَِ وَحُبَِّ مَنِْ يُحِبُّكَِ وَحُبَِّ عَمَ لِ يُقَ ربُِ إِلَى حُب كَِ
Allahumma inni as aluka fi’lal khoirat wa tarkal munkarati wa hubbal masakin wa an taghfirli wa tarhamni wa idza aradta fitnata qowmin fatawaffani ghoira maftunin. Allahumma inni as aluka hubbaka wa hubba man yuhibbuka wa hubba ‘amalin yuqorribu ila hubbika.
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk mudah melakukan kebaikan dan meninggalkan kemungkaran serta aku memohon pada-Mu supaya bisa mencintai orang miskin, ampunilah (dosa-dosa)ku dan juga rahmatilah aku. Jika Engkau hendak menguji suatu kaum, maka wafatkanlah aku dalam keadaan tidak tenggelam dalam ujian. Ya Allah, aku memohon agar dapat mencintai-Mu, mencintai orang-orang yang mencintai-Mu dan mencintai amal yang dapat mendekatkan diriku kepada cinta-Mu.”
Sumber : ar-risalah No. 112/Vol. X/04.