Sejagatnews.com | Pekanbaru-Diperkirakan Rp 1 Triliun uang panen sawit masyarakat Desa Senama Nenek dikelola tidak transparan oleh Koperasi KNES. Sementara Pemerintah Kabupaten Kampar, Pemrpov Riau dan Penegak Hukum tutup mata
Hal ini dikatakan Suroto, SH Ketua Tim TAPAK Riau yang menjadi kuasa hukum masyarakat, kepada wartawan, Jumat 18 Oktober 2024. Dikatakannya, hal ini bermula pada
Desember 2019 Pemerintah Pusat melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI membagikan 2.800 Ha lahan perkebunan. 2.100 Ha di antaranya merupakan kebun kelapa sawit produktif.
Pemberian 2.800 Ha kebun kepada masyarakat Desa Senama Nenek tersebut disertai dengan sertifikat hak milik masing – masingnya dimana perkepala keluarga mendapatkan 1 kapling dengan luas 1.8 Ha. Kebun sawit yang dibagikan kepada masyarakat tersebut adalah lahan yang sebelumnya dikelola oleh PTPN V sebagai solusi penyelesaian konflik yang sudah bertahun – tahun terjadi antara masyarakat ulayat Senama Nenek dengan PTPN V.
“Entah bagaimana caranya, kemudian 2.100 Ha kebun sawit masyarakat Desa Senama Nenek tersebut dikelola dan dipanen oleh Koperasi Nenek Eno Senama Nenek ( KNES ) dengan bekerjasama dengan PTPN V padahal masyarakat pemilik kebun sama sekali tidak pernah memberikan persetujuan atau kuasa kepada KNES atau PTPN V untuk mengelola kebun sawitnya dan masyarakat pemilik kebun juga merasa tidak pernah mendaftar menjadi anggota Koperasi Nenek Eno Senama Nenek,” ujarnya.
Selama dikelola oleh KNES yang bekerjasama dengan PTPN V, lanjutnya, pengelolaan keuangan hasil panen kebun tersebut sangat tidak transparan, uang hasil panen kebun 2.100 Ha milik masyarakat Desa Senama Nenek jika dihitung sejak tahun 2020 sampai dengan sekarang jumlahnya sangat besar,
“Bayangkan saja, kebun sawit seluas 2.100 Ha jika hasil penanya tiap bulan perhektar 3 Ton maka total hasil panenya berbulan sekitar 6.300 ton atau 6.300.000 kilo, jika harga rata – rata Rp. 2800,- perkilo maka jumlah uang hasil panen perbulanya Rp17.640.000.000,-. Jika dihitung dari awal 2020 sampai dengan sekarang ( sudah 60 bulan ) maka uang hasil panen yang dikelola oleh KNES bekerjasama dengan PTPN V angkanya sangat fantastis mencapai Rp1.058.400.000.000,” ujarnya.
Sangat disayangkan uang panen kebun sawit yang sangat besar tersebut tidak dapat mensejahterakan masyarakat Senama Nenek sebagai pemiliknya, malah Ketua Koperasi Nenek Eno Senama Nenek ( KNES ) H. Alwi menyebutkan pada tahun 2021 KNES berhutang jumlahnya sampai Rp. 68.555.000.000, yang pembayaran hutangnya dibebankan kepada hasil panen kebun masyarakat, padahal masyarakat tidak pernah tahu untuk apa kegunaan uang hutang tersebut dan masyarakat tidak pernah diberikan rincian hutang oleh Ketua KNES H. Alwi meskipun sudah berkali – kali diminta oleh masyarakat.
“Karena KNES tidak transparan dalam mengelola uang hasil panen kebun masyarakat, kemudian masyarakat pemilik kebun melalui Ninik Mamaknya Datuk Bandaharo melaporkan perihal tersebut kepada Pemerintah Kab. Kampar, Dinas Koperasi Kab. Kampar, Polres Kampar, Pemerintah Provinsi Riau dan Polda Riau akan tetapi semua instansi tersebut seakan tutup mata dan tidak mau ambil pusing dengan persoalan yang dihadapi masyarakat Desa Senama Nenek dengan KNES, padahal para pemilik kebun tersebut adalah masyarakat yang harusnya dilindungi dan diayomi, jangan cuma musim kampanye Pilkada saja calon Kepala Daerah itu datang dan meminta dukungan akan tetapi pada saat masyarakat Desa Senama Nenek ada masalah Bupati dan Gubernur terpilih acuh dan tidak perduli, ungkap Suroto.
Pada akhir tahun 2023 kemarin karena desakan ekonomi, masyarakat Senama Nenek pemilik kebun mencoba melakukan pemanenan mandiri kebun sawitnya, hal tersebut dilakukan karena bagi hasil uang panen sawit yang diberikan Koperasi Nenek Eno Senama Nenek ( KNES ) kepada Pemilik kebun jumlahnya terlalu kecil rata – rata hanya Rp.900.000,- perbulan perkapling ( 1,8 Ha ), bahkan pada bulan September 2023 masyarakat pemilik kebun cuma menerima bagi hasil panen sejumlah Rp. 350.000,- perbulan perkapling ( 1,8 Ha ) jumlah ini sangat tidak masuk akal, perhitungan masyarakat pemilik kebun seharusnya mereka bisa mendapatkan pembagian hasil penen tersebut sejumlah Rp. 4.000.000,- s/d Rp.4.500.000,- perbulan perkapling ( seluas 1,8 Ha ). “Mau makan apa kami Klien kami dengan pembagian hasil panen yang cuma Rp. 900.000,- perbulan itu, ungkap Suroto, SH.
Panen mandiri yang dilakukan masyarakat tersebut tidak berjalan mulus dan tidak dapat dilanjutkan karena puluham pihak pengamanan yang diturunkan KNES membuat masyarakat pemilik kebun takut, selain itu akses jalan keluar masuk mobil pengangkut buah saat itu juga ditutup menggunakan portal oleh pengamana KNES dan pabrik kelapa sawit dan ram yang ada disekitar kebun masyarakat juga tidak mau menerima buah dari masyarakat karena telah disomasi oleh KNES.
“Sangat keterlaluan sikap Pemerintah Kab. Kampar, Pemrov Riau dan aparat penegak hukum yang sama sekali tidak perduli dengan persoalan yang selama bertahun – tahun dihadapi masyarakat Desa Senama Nenek tersebut, Pemerintah dan aparat penegak hukum membiarkan masyarakat Desa Senama Nenek pemilik 2800 Ha menanggung beban hutang sampai Rp. 68.555.000.000, yang mereka sama sekali tidak tahu untuk apa kegunaan uang hutang tersebut dan tidak pernah diperlihatkan bukti hutangnya, heran juga saya kok seperti gak ada yang mau berurusan dengan KNES, padahal persoalan itu sudah berkali – kali kami sampaikan kepada Pemerintah dan aparat penegak hukum melalui surat,” ungkap Suroto, SH.
Masyarakat pemilik kebun juga menyayangkan sikap PTPN V sekarang bernama PTPN IV Sub Holding PalmCo yang tetap saja bekerjasama dengan KNES padahal PTPN V mengetahui KNES tidak transparan mengelola uang hasil panen kebun masyarakat dan PTPN V juga mengetahui uang bagi hasil panen yang diberikan KNES kepada masyarakat pemilik kebun angkanya sangat kecil dan tidak masuk akal, seharusnya sebagai perpanjangan tangan Pemerintah PTPN V ikut mengupayakan bagaimana agar 2800 Ha kebun sawit yang diberikan Pemerintah pusat tersebut benar – benar bisa mensejahterakan masyarakat Desa Senama nenek, tidak hanya berfikir bagaimana PTPN V mendapat keuntungan.
Bulan Desember 2024 nanti kontrak kerjasama antara KNES dengan PTPN V akan berakhir, masyarakat Desa Senama Nenek pemilik 2800 Ha kebun sawit menolak secara tegas jika PTPN V memperpanjang kerjasamanya dengan KNES dalam mengelola kebun 2800 Ha dikarenakan dari awal masyarakat sebagai pemilik kebun tidak pernah menyetujui dan tidak pernah memberikan kuasa kepada KNES untuk bekerjasama kepada PTPN V, jika PTPN V memperpanjang kerjasamanya dengan KNES maka masyarakat Desa Senama Nenek akan menggelar aksi unjuk rasa besar – besaran, akan menduduki dan menginap di kantor PTPN V dan menyurati Presiden R.I, Menteri BUMN dan pejabat terkait lainya, masyarakat Desa Senama Nenek pemilik kebun juga akan melaporkan PTPN V ke Mabes Polri atau Polda Riau atas dugaan melakukan tindak pidana penadahan sebagaimana pasal 480 KUHP,” ungkapnya.***